USIA 23

9 Januari 2017

Selalu teringat bahwa sekarang sudah 23. Ingin lupa sejenak, namun angka itu terus membayangi hari-hari. Merasa sudah sangat tua di satu sisi, namun merasa baru 'bebas' di sisi lainnya. Adakah pertanyaan tentang diri ini berkurang? Tidak. Justru bertambah banyak. Dalam kesendirian lebih banyak lagi pertanyaannya. Apakah sudah benar-benar dewasa? Apakah sudah dapat menjawab semua pertanyaan? Tentang cinta? Cita-cita? Harapan dan tujuan yang ingin dicapai. Tentang target-target yang selama ini dikejar hingga coretan tinta menjadi jawaban atas ketercapaiannya.

Adakah pertanyaan itu berkurang? Tidak. Tetap bertambah banyak. Tentang diri yang harus sesuai dengan harapan dari norma sosial yang berlaku. Dan tindakan melenceng sama sekali tidak dapat ditolerir. Rasanya masih belum sanggup menjadi dewasa. Banyak hal kekanak-kanakan yang ingin dilakukan. Namun tidak ada yang mau dengar. Mereka sudah berjalan sendiri-sendiri. Bahkan menemukan dan melengkapi sebagian hidupnya, punya tujuan bersama dengan yang lain.

Kekhawatiran semakin menjadi. Dikira setelah ini semua aman, ternyata tidak. Justru jauh lebih brutal. Mencoba terarah, namun arah yang di cari buram. Namun aku menua, umurku bertambah. Jadi harus lebih dewasa, lebih tenang. Namun tidak di dalam mimpi, menjadi semakin cemas. Pikiran-pikiran yang mengendap, semua keluar di dalamnya, buncah. Hingga saat membuka mata, masih harus berpikir antara nyata dan tidak.

Bicara pada diri sendiri tentang apa yang diinginkan, tentang yang benar-benar diinginkan, tentang hal yang sungguh benar-benar diinginkan. Bukan hal biasa, tidak standard, sesuatu yang diidamkan, berbeda, namun tidak membawa bencana.

Sewaktu belum punya apa-apa, rasanya semua ringan. Sebelum ada yang tersemat, jalanku bisa dimana saja. Biar terlalu jauh, tidak ada khawatir, jalanku masih panjang. Kalaupun tergelincir, masih ada yang memegangiku kembali pada jalurnya. Tapi itu kemarin, hari ini sudah tidak lagi. Aku memegang kendali penuh. Aku menentukan arah. Aku memutuskan untuk berprogres atau stagnan. 

Masih adakah waktu untuk mencoba-coba? Sungguh tak apa? Atau mencoba hanya membuang waktu percuma? Apa benar-benar tak apa? Aku ragu. Apa boleh ragu? Apa itu indikasi tidak dewasa?

Pertanyaan-pertanyaan terungkap, dijawab dengan teriakan. Aku tak membutuhkan teriakan itu! Tolong bantu dengan nasihat dan solusi. Walaupun mungkin sudah tak pantas lagi untuk diberikan arahan. Mencoba berkata, namun takut kata-kata itu mengganggu pikiran manusia lain. Puluhan kali menimbang untuk diungkapkan atau tidak. Alhasil memilih bungkam. Apa kau melihatku seperti seorang penyendiri karena aku sendirian? Apa terlihat begitu menyedihkan? Rasanya sulit datang menyambut lambaian tanganmu disana. Langkahku terkunci.

Aku.. Aku.. Aku..
Bolehkan menutup mata sekarang?
Membiarkan telingaku mendengar seluruh perkataan hatiku
Bolehkah membungkam pikiranku sekarang?
Karena kadang ia suka bohong dan berpindah-pindah tak terarah

Pertanyaan terakhir..
Kapan aku berhenti bertanya?



ada satu lagu yang menggambarkan kedaan hati saat ini.. Last Dance - Big Bang
Liriknya sungguh...hmm
Share:

MENJAUHKAN YANG DEKAT

15 November 2016

Hasil gambar untuk busy with gadget cartoon
Source: Pinterest
Semenjak bisa yutuban, si mamah kerjaannya pegang hape mulu. Dulu sempat liat meme yang nyindir dalam satu rumah semua anggota keluarganya pegang gadget masing masing. Kayak gini>


Nah, betapa kagetnya hal itu terjadi juga di rumah saya hahaha. Setelah ngajarin orangtua cara pake gadget, malah pada keasyikan. Ckckck sampai saya sindir juga cuma pada cengengesan. Emang ya segala hal yang baru itu selalu menarik. Bukan cuma teknologi aja, tapi si doi juga *hemm

Intinya teknologi sungguh bisa membantu kita dalam mencari ilmu, mendekatkan yang jauh. Tapi jangan sampai bikin yang dekat jadi jauh. 

Share: